Haji... itulah gelarmu
Dengan penuh kesombongan kau gunakan gelar itu
Dengan penuh keangkuhan, kau bawa ia ke mana saja.
Haji... itulah gelarmu
Yang terpampang di KT
P
Yang terpampang di depan rumah
Yang terpampang di rekening bank
Yang terpampang di dalam daftar orang tua siswa di sekolah
Dan yang harus ditanamkan di dalam hati masyarakat bawah
Haji...
Itulah gelarmu
Entah dari mana kau dapatkan gelar itu
Rasanya Tuhan tak memanggil namamu dengan sebutan Haji di depan namamu.
Kau begitu sumringah
Tatkala masyarakat menyebut namamu dengan sebutan Haj
i"Haji anu.... oohhh haji anu..."
Sambil terbungkuk-bungkuk ia menunduk menghormat lewat di depanmu.
Haji.... itulah gelarmu
Entah dari mana kau dapatkan gelar itu.
Kau marah bukan kepalang
Ketika seorang menyebut namamu disertai dengan gelar
Kau cemberut, tersinggung, geram seolah-olah orang salah menyebut namamu
Haji.... Itulah gelarmu
Yang telah terlupa oleh orang itu
Entah dia tidak tahu atau memang sengaja pura-pura tidak tahu
Kau memarahi orang-orang
Tatkala mereka salah menuliskan namamu pada sebuah undangan karena tak ada gelar hajinya
Sembari kau maki mereka"Hai anak manusia, tahukah kamu berapa banyak dan berapa besar
pengorbananku demi mendapatkan gelar itu. Bahkan hanya orang-
orang terpilih sajalah yang berhak mendapatkan gelar itu.
Mengapa kalian hilangkan? Mengapa kalian buang? Berapa banyak
biaya yang kukeluarkan demi gelar itu? Berapa besar tenaga dan
pikiran demi memperoleh gelar itu? Dan berapa jauh jarak yang
kutempuh demi gelar itu?"
Mereka pun akhirnya membisu, dan merasa bersalah atas semua itu
Haji.... itulah gelarmu
Entah dari mana kau dapatkan gelar itu
Rasanya Tuhan jika memanggil namamu tidak menyebutkan gelarmu itu
Dan hingga suatu saat
Saat Ijra'il menjemput ruhmuKau tak mampu berbuat sesuatu
Ingin kau tolak kehadirannya
Namun, kau tak mampu
Cengkeram tangannya begitu kuat
Hingga merenggut nyawamu
Kau tinggalkan dunia dengan namamu
Gelarmu hanya hiasan dunia
Kesombonganmu tak menjadi apa-apa danTak kau bawa ke alam sana bersama kain kafanmu
Kini kau sendiri di dalam sana
Terhimpit tanah yang menjadi tempat persemayamanmu
Kesombongan dan keangkuhan tak dapat membantu membesarkan ruang
tidurmu
Gelar "Haji"mu tak mampu menerangi gelap kamarmu
Kau kini kesunyian
Semua orang yang mengantarkanmu telah pulang ke rumahnya
Tangisan berakhir di kala tanah menutup tubuhmu
Yang teronggok sendiri berselimut kain kafan putih yang kini bernoda cokelatnya tanah
Hingga waktunya tiba
Datanglah dua malaikat yang menanyakan perihal hidupmu
Dan dia tanyakan namamuDengan kesombongan kau masih saja sebutkan gelarmu
Kemudian malaikat itupun bertanya lagi
"Hai manusia, dari mana kau dapatkan gelar haji itu. Sementara
yang kutahu Tuhan tak menyebut gelarmu ketika dia mengutusku
untuk mendatangimu?"
Dengan tenang kau bersuara
Sepertinya kau sudah sering menghadapi situasi seperti ini saat
di duniaSeperti seorang koruptor yang mampu berkelit menjawab pertanyaan
jaksa.
"Wahai malaikat, aku mendpatkan gelar ini atas jerih payahku.
Aku mengumpulkan uang demi gelar ini. Rupiah demi rupiah aku
tabung, entah bagaimana caranya aku tak mau tahu. Yang jelas aku
harus bisa menggunakan gelar ini. Wajarlah kalau begitu hai
Malaikat, jika aku menggunakannya."
"Walau cara yang kau gunakakan adalah cara yang haram?"
"Ya, harus bagaimana lagi. Gelar "Haji" adalah trend dan mode
yang paling tokcer di tanah kelahiranku. Di bumi Indonesia ini."
"Untuk apa kau gunakan gelar itu?" Malaikat pun mulai marah
dengan kesombongan manusia itu. Terlihat kemarahan dan kemurkaan
di raut wajahnya. Pecut di tangannya sudah siap melayang,
menghantam tubuh manusia itu.
"Gelar itu kugunakan agar semua orang tahu bahwasanya aku sudah
dari Mekkah. Sudah empat kali aku dari sana. Wajarlah kalau
demikian."
"Dan kau marah jika orang tak menyebut gelarmu ketika
memanggilmu?"
"Ya, aku marah. Karena aku telah banyak berkorban demi gelar
itu!"
"Dasar manusia sombong. Manusia yang tak ikhlas beribadah pada
TuhanNya. Terimalah pecut dan godam ini biar meleburkan
kesombonganmu."
Malaikat pun menyiksanya.
Keramahannya berubah menjadi kemarahan
Sosok mayat yang menyombongkan gelar hajinya pun merintih
Dia kesakitanTak mampu menahan siksa kubur yang datang melandanya
Haji.... itulah gelarmu
Kini yang tertinggal terukir di batu nisanmu
Sesalmu tak dapat kembali
Ke masa lalu
(Faisal Anwar; Banjarbaru, 22 September 2010)