Rabu, 17 Februari 2010

Berawal Dari Satu Titik

Aku
Kamu
Kalian
Mereka
Satu


Aku adalah kamu
Kamu adalah aku
Kamu dan aku satu
Satu dan tetap satu

Kalian semua adalah aku
Aku adalah kalian semua
Kalian dan aku tetap satu

Aku adalah mereka
Mereka adalah aku
Mereka adalah kamu
Mereka adalah kalian
Kita semua tetap satu

Semua bermula dari satu titik.

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 2 Februari 2010

Sajak Inur Seorang Gadis Pondok Pesantren kepada Pemujanya Seorang Preman Terminal

Aku masih ingat tentang pertemuan kita
Di sebuah senja disertai hujan rintik
Sembari menunggu angkot senja
Yang mengantar kita ke tujuan masing-masing


Aku masih ingat kita saling diam membisu
Saat mata kita saling menatap
Aku tahu, batin kita saling berkomunikasi
Aku tahu, matamu dan mataku menyimpan sesuatu
Aku tahu, hatimu dan hatimu saling menanya

Tak usah kau pikirkan perbedaan
Di saat senja masih bisa kita tatap
Di saat senja masih menyambut kita
Perbedaan hanya sebatas mimpi
Yang dikoar-koarkan oleh golongan tertentu
Agar tercipta jurang pemisah di dalamnya

Pertemuan itu tak kurang dari dua bulan lamanya
Aku masih mengingatnya
Saat kau tatap aku
Batinku berkata
Mulutku membisu akan kegaranganmu
Namun ku yakin di balik semua itu
Tersimpan pesonamu

Aku masih ingat akan kau sebut namaku
Jabatan tanganmu masih terasa hingga kini
Suaramu yang bergetar masih teringiang di telingaku
Dan aku tahu
Hatimu menyimpan sesuatu
Sesuatu yang tak pernah bisa kau ucapkan
Mungkin suatu hari nanti

Aku pun sudah tahu
Kau katakan sesuatu pada sang angin malam itu
Disaksikan oleh rembulan dan bintang
Berharap angin akan membawanya padaku
Mungkin itu mau mu

Aku tahu apa yang kau ingin katakan
Melalui sajak-sajakmu yang membuai

Mungkin suatu hari nanti
Kau akan katakan.

Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 27 januari 2010

Sajak Pagi Buta

Ketika pagi memanggimu
Dia ucapkan salam
Ke mana kau saat itu?
Apakah masih sembunyi di balik selimutmu?


Ketika pagi memanggilmu
Dan ketika ia ucapkan salam
Di mana kau berada saat itu?


Ketika pagi memanggilmu
Mengapa tak kau basuh mukamu
Mengapa tak juga kau sucikan dirimu
Mengapa tak kau angkat tanganmu
Berserah padaNYa
Serahkan nhdup dan jiwamu padaNYa

Ketika pagi memanggilmu
Jiwamu telah sepi
Kesombonganmu telah datang lagi


Masih maukah esok harinya pagi kembali memanggilmu?


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 25 Januari 2010

Ketika Pagi Memanggilmu

Ketika pagi memanggilmu
Dia ucapkan salam
Akankah kau hiraukan?
Akankah kau sapa dia?


Ketika pagi memanggimu
Dia ucapkan salam
Ke mana kau saat itu?
Apakah masih sembunyi di balik selimutmu?

Ketika pagi memanggilmu
Dan ketika ia ucapkan salam
Di mana kau berada saat itu?


Ketika pagi memanggilmu
Mengapa tak kau basuh mukamu
Mengapa tak juga kau sucikan dirimu
Mengapa tak kau angkat tanganmu
Berserah padaNYa
Serahkan nhdup dan jiwamu padaNYa

Ketika pagi memanggilmu
Jiwamu telah sepi
Kesombonganmu telah datang lagi


Masih maukah esok harinya pagi kembali memanggilmu?


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 25 Januari 2010

Surat Buat Siswaku Yang Menghadapi Ujian Nasional

Siswa sekalian....
Genderang perang telah ditabuh
Akankan kau sudah siapkan
Segalanya ditentukan oleh dirimu
Nasibmu dipertaruhkan pada akhir nanti
Mampukah kau meraihnya?

Siswaku sekalian.....
Melalui surat ini aku hanya bisa berkata
Esok kau yang akan bertarung di sana
Dengan puluhan soal yang membingungkan
Akankah kau mampu menjawabnya?

Hari ini kalian masih bisa saja tersenyum
Hari ini kalian masih bisa saja berkoar-koar
Hari ini kalian masih bisa saja bersantai ria
Tapi apakah esok kau akan masih bisa tersenyum?
Apakah esok kau masih bisa bekoar-koar?
Apakah esok masih bisa bersantai ria?

Nasibmu ditentukan oleh dirmu sendiri
Jawabanmu adalah nasibmu
Jika salah melangkah, kau lah yang merugi
Jika kau lurus melangkah, kau meraih impian
Itu kalau kau mau

Terlihat akan kegigihan gurumu yang memberikan berbagai macam bekal
Untuk kau gunakan di kahir nanti
Tapi kadang kau menghilang
Kadang kau tidur
Kadang kau malas
Kadang kau mengeluh
Kadang kaupun cuek saja dengan semua yang diberkan olehnya

Kerjamu sampai hari ini hanya berpangku tangan
Try Out soal-soal hanya kau anggap sebagai bualan
Pengorbanan gurumu kau anggap bahan leluconan
Tanpa penyesalan, kau lewat begitu saja
Acuhkan semua ancaman
Acuhkan semua teguran
Acuhkan semua himbuan
Bagimu semua ini hanyalah sebatas permainan

Hidup adalah sebuah permainan
Ya sebuah permainan
Kita harus terus berjudi
Berjudi dengan mimpi dan nasib
Kita hanya bisa menjalani
Salah melangkah akan merugi

Akankah kau dengar nasihat ini?
Akankah kau sadar dengan nasihat ini?
Akankah kau akan insyaf dengan nasihat ini?
Aku tak tahu....

Hatimu saat ini masih sekeras batu
Akankah surat ini mampu lunakkan hatimu?
Aku pun tak tahu....

Menangisi kegagalan adalah percuma
Penyesalan di akhir cerita adalah siksa
Dia tak akan kembali lagi seperti semula
Dan waktu enggan untuk diputar kembali seperti sedia kala

Genderang perang telah terdengar
Samar-samar suaranya merasuk jiwa
Menunggu hari kita berjumpa dengannya
Menunggu waktu yang tak sabar menemui kita
Akankah kalian sudah siapkan segalanya?

Aku hanya bisa berkata
Aku hanya bisa memberikan yang bisa kuberikan
Aku tak mampu berikan jawaban
Hatiku telah terbelenggu oleh keteguhan
Takkan goyah kau ganti dengan rayuan
Takkan goyah kau ganti dengan imbalan
Takkan goyah kau ganti dengan tangisan

hari itu pasti akan tiba
Kalian tak dapat menghindarinya
Ini adalah sebuah pertarungan nasib
Dirimu sendiri yang beratarung
meraih mimpi dan nasibmu di atas arena

Sampai saat ini kau masih tertawa.....

Siswaku sekalian....
Semoga kau bisa meraba ....


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 25 Desember 2010

Akhirnya Kuucapkan Tiga Kata (Sajak Sang Preman Kepada Kekasihnya Seorang Gadis Pondok Pesantren)

Nur...aku masih tak kuasa
Mengucapkan tiga kata padamu
Menatapmu aku bisu
Menatapmu aku gugup

Senyum mu menawan ku
Senyum mu melumpuhkanku

Lewat sajak ini kuucapkan tiga kata itu
Hanya lewat sajak ini

Sajak yang kukirimkan melalui angin
Sajak yang disaksikan oleh rembulan dan sang malam

Nur... akhirnya kuucapkan tiga kata ini
Melalui angin yang berhembus membawanya
Melalui rembulan yang menatapnya
Melalui sang bintang yang memayunginya

Nur.. akhirnya kuucapkan tiga kata itu
bahwasanya ....
Aku Cinta Kamu

Tanah Bumbu, 25 januari 2010

Akhirnya Kuucapkan Tiga Kata (Sajak Sang Preman Kepada Kekasihnya Seorang Gadis Pondok Pesantren)

Nur...aku masih tak kuasa
Mengucapkan tiga kata padamu
Menatapmu aku bisu
Menatapmu aku gugup

Senyum mu menawan ku
Senyum mu melumpuhkanku

Lewat sajak ini kuucapkan tiga kata itu
Hanya lewat sajak ini

Sajak yang kukirimkan melalui angin
Sajak yang disaksikan oleh rembulan dan sang malam

Nur... akhirnya kuucapkan tiga kata ini
Melalui angin yang berhembus membawanya
Melalui rembulan yang menatapnya
Melalui sang bintang yang memayunginya

Nur.. akhirnya kuucapkan tiga kata itu
bahwasanya ....
Aku Cinta Kamu

Tanah Bumbu, 25 januari 2010

Sajak Buat Kehidupan Sang Malam

Kita selalu berjumpa
Tak pernah ada tegur sapa
Saling pandang dan membisu
Hanya lirikan mata yang menyimpan tanya

Kemilaumu tak begitu indah
Tapi banyak yang suka
Banyak rindukan belaimu
Banyak rindukan pelukmu

Walau kita tak senada
Melalui kehidupan yang serba tanda tanya
Dirimu dan diriku menapakinya
satu demi satu kita naiki
Tangga-tangga kehidupan terus menanti

Kehidupanmu memberi warna dunia
Kehidupanmu menghias dunia
Kehidupanmu mabukkan dunia
Kehidupanmu menggoncang dunia

Hidup terlalu kejam bagimu
terhina
teraniaya
terbuang
terjebak
dalam lembah hitam

Kau masih juga tegar
Terhimpit di bawah putaran roda kehidupan
Sampai saat ini
Kau tetap menjadi sang malam

Dan kita selalu berjumpa
Tak ada tegur sapa
Saling membisu
Lirikan mata menyimpan tanya


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 25 Januari 2010

Sajak Malam

Malam....
Bulan hilang bentuk
Bintang Kabur
Alam senyap
Mega mendung

Adakah kita saling bertanya?


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 24 Januari 2010

Menatap Merahnya Senja Yang marah

Merah
Senja berwarna darah

Senja menampakkan kemarahannya
Sangar, beringas, murka
tatapannya kian tajam
tatapannya menakutkan
tatapannya menyimpan seribu dendam

Merah sang senja marah
Marah sang senja memerah
Sang senja memerah, marah

Dendam sang senja pada manusia
Manusia lupa pada kodratnya
Manusia lupa pada fitrahnya
Manusia yang gila pada dunia

Marah sang senja kian memerah
Merahnya melaut darah di Kurusetra

Senja kian memerah
Marahnya kian membuta
Membantai ratusan jiwa
Jiwa-jiwa yang haus dunia

Jiwa-jiwa yang berdosa
hanya bisa meratap
Penyesalan
Sia-sia

Kita selama ini telah alfa...


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 22 Januari 2010

Secarik Surat Untuk Sobat Di Tengah Samudera

Sobat.... entah berapa lama kita tak pernah bersua lagi. Entah berapa lama waktu dan berapa jauh jarak yang membentang memisahkan kita. Sampai saat ini kita sama-sama tak mengetahui kabar di antara kita. Aku tak mengetahui keberadaanmu dan kau pun tak mengetahui keberadaanku.

Sekian lama kubertanya kabar mengenaimu kepada orang-orang. Dan mereka mengatakan kau sudah lama meninggalkan tanah kelahiranmu semenjak mamak mu meninggalkan dunia yang fana ini. Aku turut bersedih dan berduka atas semua yang menimpa keluargamu. Apalagi kau kehilangan mamak yang kau cintai. Aku pun juga merasa sangat kehilangan mamakmu yang selalu memberikan nasihat-nasihat di waktu kita masih kuliah dulu. Teringat akan ketulusannya merawatku di kala aku sakit dulu. Sampai-sampai beliau menangisi ketika sakitku tak kunjung juga sembuh.

Sobat.... tak tahu berapa jauh sudah kita jalani perjalanan hidup ini. Waktu terasa cepat sekali berlalu. Ingin rasanya waktu kuputar kembali untuk mengulang kisah perjuangan hidup di kampung orang. Seandainya saja kehidupan ini laksana komputer, sudah pasti aku akan mereset kembali seperti sediakala. Namun alur kehidupan tetap berjalan maju. Alur hidup menggunakan alur maju, dan tak mungkin mundur atau menggabung dua alur di dalamnya. Kisah hidup kita terus maju menapaki setapak demi setapak umur yang diberikan oleh Allah SWT.

Kenangan hanyalah tinggal kenangan. Yang pahit akan terus terasa pahit dan yang manis akan terasa manis hingga akhir cerita. Kenangan merupakan sesuatu yang indah. Terkadang, kenangan yang pahit bisa membuat kita tertawa. Dan kenangan yang manis bisa membuat kita menangis. Ku tak tau mengapa sampai demikian. Jawabannya sampai saat ini masih belum kudapatkan.

Kutulis surat ini tatkala ada kabar dari seorang nelayan yang merupakan tetangga rumahmu. Hanya dia yang tahu keberadaanmu. Darinya kudapatkan cerita tentangmu. Kini kau sudah jauh di tengah samudera. Di sebuah pulau terpencil yang jauh dari peradaban. kau mengaasingkan diri dari kehidupan kotamu semenjak mamak sudah meninggalkan dirimu dalam kesendirian di atas dunia yang kejam ini. Sudahlah sobat, ini adalah kehendakNya. Kita tak bisa melawan. Semua suadah di atur olehNya sedemikian rupa indahnya. Kita hidup hanya untuk menjalaninya saja. Ikhlaskanlah.

Ingin rasanya kau ajak aku berpetualangan ke pulaumu
Menyaksikan penyu bertelur di malam hari
Menyaksikan ikan paus dengan genitnya menyapa para nelayan dengan semburan airnya
Menyaksikan keindahan terumbu karang di dalam lautnya
Dan segala petualangan mengasyikkan lainnya.

Teringat akan kegilaan kita di masa lalu. Saat kau ajak aku meminum miras yang kau belikan dulu. Di kala kau menghadapi rasa sakitnya cinta. Dan bodohnya, kita sama-sama menenggak air celaka itu. Saat sudah tinggi, kita meracau, tak tahu kalimat apa saja yang keluar dari mulut kita. Yang teringat hanyalah kita bercita-cita untuk menjadi bajak laut. di saat mabuk kita berkhayal dengan khayalan tingkat tinggi. Memimpikan mempunyai kapal yang besar dan menjadin penguasa laut, merompak para saudagar yang lewat di sekitar kekuasaan kita. Sampai-sampai saking bodohnya, kita harus terjun ke sungai belakang kost kita di malam buta itu.

Teringat juga akan kebodohan kita yang lain lagi. Bagaimana kita harus kehilangan uang saat patroli polisi memergoki kita sedang asyik-asyiknya berjudi di bawah jembatan Sungai Pangeran. Dan tanpa ragu-ragu, kau dan aku ambil langkah seribu terjun bebas ke dalam sungai dan berenang ke bawah kolong rumah orang agar tak tertangkap oleh ganasnyaa polisi.

Cerita pahit itu sangat indah untuk dikenang
Cerita pahit itu sangat lucu untuk dikenang

Sobat....kiat telah mengambil jalan hidup masing-masing.
Kita telah menjalani takdir masing-masing
Takdirku dan takdirmu berbeda
Alur hidupmu dan alur hidupku tak sama

Kita harus berjalan mengikuti alur kehidupan....

Sobat... suatu saat kita akan berjumpa lagi. Dan kita diskusikan lagi cita-cita kita yang gila dulu.


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 22 januari 2010

Ternyata Inur Namamu (Sajak seorang preman kepada kekasihnya yang seorang gadis pondok pesantren)

Ternyata Inur namamu......
Masih ingatkah kau dengan pertemuan kita di senja itu sambil menantikan angkot senja yang membawa kita menuju ke tempat tujuan masing-masing. Maih ingatkah kau ketika kita berdiam diri saja sembari ditemani suara hujan gerimis yang menghibur kita pada senja itu. Aku masih mengingat itu.

Ternyata Inur namamu....
Sekian lama aku memendam sebuah tanda tanya. Siapa kah gerangan dirimu, wahai gadis berjilbab yang menunggu angkot senja bersamaku dulu. Sering kali ku teringat akan wajahmu. Ya, hanya mengingat wajahmu saja. Pikiran ini telah dibuyarkan oleh wajahmu. Ke mana pun aku memalingkan muka, bayang wajahmu mengikutiku.

Ternyata Inur namamu.....
Kucari dan kucari setiap hari keberadaanmu. Namun, kau sangat misterius. Menghilangkan jejak di tengah keramaian. Menampakkan diri di kesunyian.

Ternyata Inur namamu....
Ingin kuucapkan tiga kata saat ini. Namun ku takut. Wajahmu membunuh keberanianku. Senyummu membunuh perasaanku. Takut membendung hasratku. Kecemasan belenggu hatiku. Ingin berontak, tapi tak mampu.

Ternyata Inur namamu....
Ingin terus kuucapkan tiga kata saat ini juga.
Tiga kata yang membuat orang berbunga-bunga. Tiga kata yang membuat orang melayang di awan dibawanya. Tiga kata yang membuat orang luluh karenanya. Tiga kata yang membuat orang mampu berada di puncak dunia. Tiga kata yang membuat orang mabuk dibuatnya

Namun, ku tak mampu
Sampai detik ini ku tak mampu

Aku kehilangan keberanian
Aku kehilangan kekuatan

Ternyata Inur namamu...
Saat kujabat tanganmu. Aku tak mampu mengucapkannya...



Faisal Anwar
Tanah Bumbu, 21 Januari 2010

Ternyata Inur Namamu (Sajak seorang preman kepada kekasihnya yang seorang gadis pondok pesantren)

Ternyata Inur namamu......
Masih ingatkah kau dengan pertemuan kita di senja itu sambil menantikan angkot senja yang membawa kita menuju ke tempat tujuan masing-masing. Maih ingatkah kau ketika kita berdiam diri saja sembari ditemani suara hujan gerimis yang menghibur kita pada senja itu. Aku masih mengingat itu.

Ternyata Inur namamu....
Sekian lama aku memendam sebuah tanda tanya. Siapa kah gerangan dirimu, wahai gadis berjilbab yang menunggu angkot senja bersamaku dulu. Sering kali ku teringat akan wajahmu. Ya, hanya mengingat wajahmu saja. Pikiran ini telah dibuyarkan oleh wajahmu. Ke mana pun aku memalingkan muka, bayang wajahmu mengikutiku.

Ternyata Inur namamu.....
Kucari dan kucari setiap hari keberadaanmu. Namun, kau sangat misterius. Menghilangkan jejak di tengah keramaian. Menampakkan diri di kesunyian.

Ternyata Inur namamu....
Ingin kuucapkan tiga kata saat ini. Namun ku takut. Wajahmu membunuh keberanianku. Senyummu membunuh perasaanku. Takut membendung hasratku. Kecemasan belenggu hatiku. Ingin berontak, tapi tak mampu.

Ternyata Inur namamu....
Ingin terus kuucapkan tiga kata saat ini juga.
Tiga kata yang membuat orang berbunga-bunga. Tiga kata yang membuat orang melayang di awan dibawanya. Tiga kata yang membuat orang luluh karenanya. Tiga kata yang membuat orang mampu berada di puncak dunia. Tiga kata yang membuat orang mabuk dibuatnya

Namun, ku tak mampu
Sampai detik ini ku tak mampu

Aku kehilangan keberanian
Aku kehilangan kekuatan

Ternyata Inur namamu...
Saat kujabat tanganmu. Aku tak mampu mengucapkannya...



Faisal Anwar
Tanah Bumbu, 21 Januari 2010

Selasa, 19 Januari 2010

Sajak Sepatu Bolong Kepada Sandal Jepit

Tahukah dirimu. Dulu aku adalah sepatu yang sempurna. ke mana-mana aku mengikuti langkah kaki tuan yang memakaiku. Kurelakan diriku diinjak dan dibawa ke mana saja.

Tahukah dirimu. Dulu sewaktu aku masih sempurna. Aku dipamerkan kepada siapa saja. Bahkan banyak yang iri dengan kehadiran diriku. Setiap hari ku selalu dibersihkan, dibelai dengan lembut. Diajak melintasi jalan-jalan di atas bumi ini.

Tahukah dirimu. Dulu sewaktu aku masih sempurna. Aku sering keluar masuk gedung mewah. Diajak bekerja sampai tuanku kelelahan, namun ku tetap setia menemaninya. Dengan kesombongannya, ku diajak melangkah di antara bawahan-bawahannya yang mempunyai sepatu jauh statusnya dibandingkan diriku.

Tahukah dirimu. Dulu sewaktu aku masih sempurna. Aku juga sering diajak ke sana kemari untuk memani tuanku melakukan korupsi. Memanipulasi laporaan keuangan, untuk menumpuk kekayaan dirinya. Namun, aku tak sanggup untuk menghentikan langkahnya.

Tahukah dirimu. Dulu sewaktu aku masih sempurna. Aku sering diajak ke ruang diskotik menghamburkan uang hasil korupsi tuanku. Aku tak sanggup berontak. Langkahnya terlalu berat untuk aku tahan.

Tahukah dirimu. Dulu sewaktu aku masih sempurna. Aku sering diajak keluar masuk hotel mewah oleh tuanku. Diajak bercinta dengan kupu-kupu malam. Dan aku tak sanggup berontak menahan langkahnya.

Tahukah dirimu. Dulu sewaktu aku masih sempurna. Aku tidak pernah dibawa ke masjid menyaksikan orang-orang shalat. Ingin ku berjalan sendiri ke masjid membasuh dosa-dosa kaki tuanku, namun sampai saat ini ku tak mampu.

Dan sekarang. Disaat aku telah terluka. Sebuah lubang menganga di sebelah kiriku digigit anjing buduk pada malam itu, aku tak bisa menemaninya lagi. Aku tak bisa melihat kakinya yang besar menginjak-injak diriku lagi.

Kini aku terbuang. terhempas di samping garasi mobil. Kehangatan rumah tak lagi bisa kurasakan. Kemilau semir tak bisa lagi kunikmati.

Kini ku terbuang. Terbuang oleh keadaan.



Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 14 Januari 2010

Masih Ingatkah? (Sajak sang preman kepada gadis pujaannya seorang gadis pondok pesantern)

Masih ingatkah Kau dengan yang dulu. Di saat kita duduk berdua menantikan angkot di senja hari, di saat hujan gerimis menyirami Banjarmasin. Dan kita duduk tak berkata apa-apa. Tiada kata yang keluar dari mulut kita. Hanya hati kita yang saling berkomunikasi. Dan entah apa jawaban dari masing-masing hati kita.

Masih ingatkah kau dengan yang dulu. Saat di halte itu aku manatapmu dan kau menyembunyikan wajahmu di balik jilbabmu itu. Aku tahu kau mungkin takut menatapku. Bagimu aku mungkin adalah sampah masyarakat.

Masih ingatkah kau dengan yang dulu. Saat hujan gerimis di kala senja itu, ku jaga dirimu sambil dengan segenap keberanian sambil menunggu angkot senja yang lewat dan mengantar kita menuju ke tempat tujuan masing-masing.

Masih ingatkah kau dengan yang dulu. Kala senja itu kita berdua berdiam diri membisu menyimpan perasaan yang berbeda.....


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 13 Januari 2010

Selasa, 12 Januari 2010

Sajak Sang Preman Kepada Kekasihnya Seorang Gadis Pondok Pesantren

Dik... kemarin aku ciptakan sebuah sajak untukmu. Sebuah sajak cinta yang telah lama terpendam di dalam hati dan pikiranku. Yang isinya bercerita tentang kegundahan, kegalauan, kerinduan yang menggebu-gebu padamu.
Dik...kemarin aku sudah ucapkan sebuah kata cinta padamu. Tatkala kita duduk di sebuah halte sambil menunggu angkot senja yang membawa kita pulang menuju rumah kita masing-masing. Aku curahkan isi hatiku padamu sampai kering di dalamnya

Dik...kemarin aku belum puas memandangi wajahmu. Menatapmu adalah siksa jika tak sampai memilikimu.

Dik...sekarang yang tergambar dalam pikirku di mana dirimu. Di mana aku dan kamu terpisah jauh. terpisah oleh budaya dan adat yang berbeda. Terpisah oleh tatanan masyarakat yang kuat. Terpisah oleh sikap dan prilaku yang sangat berbeda.

Dik.... merindukanmu adalah siksa
kerinduan ini makin menyayat hati
kerinduan ini menumpahkan air garam pada luka
kerinduan ini memberikan pukulan berat pada dada

Dik....


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 13 Januari 2010

Jumat, 08 Januari 2010

Dan Rupanya Kita

Dan rupanya kita masih berharap pada hutan
di saat hujan turun dengan derasnya
banjir dan longsor datang menerjang

Dan rupanya kita masih berharap pada hutan
di saat puluhan kampung mendapat bencana
ratusan rumah tenggelam di dalamnya

Dan rupanya kita masih berharap pada hutan
ketika es di kutub utara ganas mencair
pemanasan global yang menjadi alasan

Saat ini kita masih saja berdiskusi tentang hutan
sementara pembalakan makin menjadi di dalamnya

Saat ini kita membuat undang-undang pembalakan liar
sementara yang melanggar aktor penegak hukum di belakangnya

Saat ini kita menggalakkan penghijauan
sementara hutan diganti dengan ratusan alat berat yang tertanam di atasnya
mengeruk dengan ganas isi bumi di dalamnya

Saat ini kita menginginkan kelestarian alam
semetara hutan dan isinya diganti dengan ribuan pohon kelapa sawit
aset para pengusaha Malaysia


Dan rupanya kita masih berharap pada hutan
Dan kita mendapatkan apa?i


Ekspedisi KPA. Bersujud Tanah Bumbu 6 - 8 Januari 2010
Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 8 Januari 2010


Di dalam catatan ini : Bambang Subiyakto (catatan), Ersis Warmansyah Abbas (catatan), Abdin El Muharramun Amien (catatan), Akbar Alamsyah Hidayat (catatan), Al-fakir Isyar (catatan), Alfian Chemple (catatan), Aliman Syahrani (catatan), Andi Budiman (catatan), Ani Rahmawati Medizine (catatan), Arifya Anggoro Kasih (catatan), Ayu Mustika (catatan), Daud Yahya (catatan), Gadis Bandung (catatan), Gadis Subang (catatan), Kiki Hidayanti (catatan), Fatimah Adam (catatan), Junaidi Rakyat Jelata (catatan), Kumalasari Iain (catatan), Muhammad Muaz (catatan), Rismayatie Maia (catatan), Kya Habib Dayyan Nadia (catatan), Rian Onel (catatan), Syamsuwal Qomar (catatan), Riska Suharyani (catatan), Sastro Sukamiskin (catatan), Syaipul Adhar (catatan), Tato A Setyawan (catatan), Ujang Wisnu Barata (catatan), Vj Lyla (catatan), Wuland ApriLio (catatan)

Aku Kamu Saling Marah

Aku marah kepadamu
Kamu marah kepadaku

Marahku kepadamu
Marahmu kepadaku

Marahku bukan marahmu
Marahmu bukan marahku

Aku marah karenamu
Kamu marah karenaku

Marahku adalah maraku padamu
Marahmu adalah maramu padaku

Marahku benci kamu
Marahmu benci aku


Marah dan marah
kita saling marah
saling benci
saling pukul

Dengan satu kata
Bercerai
Bubar
Dendam


Faisal Anwar; Tanah Bumbu, 9 januari 2010

Di dalam catatan ini : Ersis Warmansyah Abbas (catatan), Bambang Subiyakto (catatan), Abdin El Muharramun Amien (catatan), Akbar Alamsyah Hidayat (catatan), Al-fakir Isyar (catatan), Alfian Chemple (catatan), Aliman Syahrani (catatan), Andi Nurdin (catatan), Ani Rahmawati Medizine (catatan), Arifya Anggoro Kasih (catatan), Ayu Mustika (catatan), Fatimah Adam (catatan), Tato A Setyawan (catatan), Syamsuwal Qomar (catatan), Syaipul Adhar (catatan), Muhammad Muaz (catatan), Ma'ruf Musaddad Muzakkir (catatan), Rismayatie Maia (catatan), Sari Chan (catatan), Adrianto Titus Susanto (catatan), Sastro Sukamiskin (catatan), Gadis Subang (catatan), Muhammad Albagir Bin Yahya (catatan), Andi Budiman (catatan), Chal 'Gooners' Ichal (catatan), Ica Willy (catatan), Kiki Hidayanti (catatan), Ema Luph Damha (catatan), Ellen Iz Zhang Geum (catatan), Riska Suharyani (catatan)

Lautku Tak Biru Lagi

Lautku tak lagi biru
warnanya berganti dengan warna-warna
tug boat dan tongkang batubara yang hilir mudik melintasi
membawa keserakahan orang-orang kota
Lautku tak biru lagi
Dermaga batubara telah mengaburkan warnanya
Mengangkut keserakahan orang-orang kota

Lautku tak lagi biru
warnanya bercampur dengan noda-noda
ceceran solar dan oli dari kapal-kapal yang lalu lalang
dan bertambat di tengahnya sambil membunuh
ratusan jiwa yang ada di dalamnya

Lautku tak lagi biru
Warnanya bercampur dengan keserakahan
warnanya bercampur dengan noda dan dosa

Sampai saat ini
Lautku tak bisa biru lagi
Keserakahan telah mengubah warnanya
Keserakahan telah mengubah isinya
Keserakahan telah merenggut jiwa-jiwa di dalamnya

Lautku tak biru lagi
Tak tampak lagi camar berterbangan di atasnya
Tak nampak lagi nelayan yang melaut di atasnya
Tak nampak lagi bocah-bocah kecil berenang di pinggirannya

Lautku tak biru lagi
Sampai saat ini yang tertinggal
Hanya cerita dari kakekku saja......

Lautku tak biru lagi
warnanya berganti dengan tug boat dan tongkang batubara




Sketsa Laut di kawasan Tanah Bumbu
Faisal Anwar: Tanah Bumbu 1 Januari 2010